tentang rindu

Hujan mendamparkan ku di penjuru rindu. 
Mendengar rintiknya saja aku tak rela. 
Padahal aku bisa saja mengeja tetes demi tetes lamunan. 
Tapi samar. 
Masih saja rintik di luar sana liar berkejar di dalam jiwa.
Hujan masih deras. 

Rindu menjadi terlalu. 
Menjadi lambaian tangan semesta agar aku bergelut dgn alam nyata.

Rindu ini bukan kibaran bendera yg kan hilang ketika angin mulai tak suka.

Rindu ini adalah bara. 
Walau hujan marah padanya, 
masih ada gumpalan putih yang membawa kabar gembira.

Hujan, Sungguh aku rindu.



Sajak itu yang terakhir kali aku tulis. Di balik derasnya suara rintik hujan yang menghujam atap masjid Muhtadin Untan, aku mencoba mengumpulkan butir-butir ingatan untuk berimaji. Sulit memang, selain diusik suaranya, baju yang melekat dibadan saat itu telah basah kuyup. Dalam kondisi seperti itu, aku mencoba melakukan hal yang sulit; Menerjemah

kan Rindu.

0 komentar:

Post a Comment