Satu minggu, bukan lah waktu yang lama. Cukup 7 hari untuk melewatinya. Senin sampai senin lagi. Lain cerita nya jika waktu itu di nanti-nanti. Waktu akan menjelma jadi musim kering yang menunggu hujan.
Seperti yang pernah aku alami waktu sekolah dulu, satu minggu adalah waktu yang cukup lama dan melelah kan. Bayangkan, setiap hari harus bangun pagi-pagi sekali. Menunggu bis bermerk colt di depan masjid dan duduk selama satu jam di kursi nya yang jauh di bilang empuk. Setelah turun, tak langsung sampai di gerbang. Berjalan lagi sekitar dua ratus meter. Belum lagi memikirkan pulang nya. Di bawah matahari yang menyengat, berjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus. Ritual itu di lakukan setiap hari. Itu lah alasan mengapa Hari minggu terasa begitu menyenangkan. Dan malam nya adalah malam yang merisaukan. Tiga tahun aku melakoni kehidupan seperti itu.
Satu minggu itu sudah cukup melelahkan. Tapi aku belum pernah merasa di tinggal seorang kekasih dengan waktu yang sama; satu minggu. Ya, dengan alasan tugas dari kampus sebagai panitia lanjutan dari Ospek Mahasiswa baru, dia meninggalkan ku disini untuk pergi ke Ketapang. Pulau diseberang sana, yang belum pernah aku singgahi.
Semalaman aku berpikir, yang selalu ada hanya tanda tanya. Bagaimana aku mengisi hari ini tanpanya? Bagaimana dia nanti di sana.? Bagaimana? bagaimana? Semalaman aku diserang ketakutan. Takut dengan apa yang akan terjadi dengan ku dan dia yang jauh dari mata ini.
Selasa, 8 Februari 2010.
Aku meloncat dari tempat tidur. Mengambang. Lalu berdiri mencoba berjalan. Tapi pusing terus menjalar. Ku periksa HP di saku celana. Gawat, Hp ku Mati. Ku paksakan melangkah dengan cepat. Ku lemparkan pandangan ke jam dinding yang agak miring di atas sana. Pukul 11.10 Wib. dengan cepat ku Meraih charger Hp yang masih melekat di terminal listrik, lalu segera ku aktif kan lagi HP. SMS berebutan untuk masuk dan kini HP ku sesak oleh pesan yang belum terbaca. Ku tekan satu peratu, ternyata isinya kekecewaan dari kekasih ku. Penyesalan ku terbit. Tapi Berlama-lama dalam penyesalan adalah kebodohan. Ku raih handuk di kamar, lalu bergegas ke kamar mandi.
Tadi malam kami berdua menyempatkan diri untuk berjalan bersama menyusuri jalan A.yani II sambil bercerita dan mengucap kata cinta. Sesekali dia mendaratkan bibirnya ke pipi kiri ku. Di dalam perjalanan aku mengucap janji pada nya untuk mengantar ke pelabuhan.
Sebelum ku hidup kan motor, pesan telah berkali-kali aku kirim tapi selalu tak berbalas. Hati ini terus bertanya “Di manakah engkau sayank?”. Otak ku terus berputar seiring laju aliran darah ini, lalu langsung saja aku ke kampusnya sebagai pilihan pertama. Ku pacu sepeda motor ku, melewati satu persatu motor dan mobil di depan ku. Memang aku tak berani ngebut. Tapi dalam kondisi seperti ini aku harus mengumpulkan keberanian ku.
Motor telah ku parkir di depan kampus sambil terus mengirim sms berkali-kali, berharap dia risau dengan sms ku, lalu membalasnya. Tapi harapan ku tak berujung. Putus asa menghampiri. Habis sudah harapan ku bertemu dengannya. Ups, sambil berpikir, kulihat ada tiga orang yang lagi duduk di halte depan kampus dengan seragam berwarna abu-abu. Dengan samar mata ku membaca tulisan “chemistry”. Kudekati dan mencoba bertanya. Ternyata semua panitia sudah berkumpul di pelabuhan di Kapuas.
Senyum ku ada lagi. Dengan sisa-sisa keberanian, aku kembali memacu kencang motor hingga sampai di belokan ke Kapuas. Mata ini terus menjelajah di setiap sudut orang2 yang ada. Hingga aku melihat di balik mushalla terdapat motor air yang bersandar di dermaga. Ku parkir dan bergegas ke sana.
Zuhur telah memanggil. Tapi aku tak peduli. Aku harus bertemu dengannya. Kembali pesan ku kirim, mengabarkan aku ada di dermaga dengan mata yang tak henti berkelana.
HP ku berbunyi. Ternyata dia baru sampai bersama abangnya. Ku SMS kembali untuk bertemu dengannya.
Marah. Ya, bagi ku dia wajib marah. Tapi aku tak mau dalam situasi dan waktu seperti ini. Ku mencoba mengakui kesalahan ku yang selalu ku buat berkali-kali. Tapi, tak ada kata maaf. Yang ada hanya diam. Hanya sesekali merespon panggilan ku dengan nada yang tak bersemangat. Melihat seperti itu, pertemuan terakhir untuk minggu ini yang kuharapkan penuh pesan indah tidak akan terwujud.
Aku pulang dengan menyesal. Sekali lagi dengan kencang aku memacu motor dan aku berjanji untuk terakhir kali nya untuk ngebut.
Sampai hari ini penyesalanku belum juga berakhir, walau telah ada maaf dari nya dan hubungan kami sekarang telah kembali seperti biasa. Setiap pesan selalu diselingi kata cinta.
Sayank maaf kan aku. Aku terlalu bodoh untuk melakukan kesalahan yang sama. Dan lebih bodoh lagi, itu aku lakukan kepada mu. Aku sadari itu. Terima kasih sayank, karena selalu ada menyaipkan kata maaf untuk mu.
Satu minggu ini aku rasakan sungguh melelahkan. Melebihi semua kelelahan yang pernah aku alami. Ini semua karena aku rindu kamu Sayank. Di balik rindu ku selalu ada doa untuk mu sayank, semoga engkau baik baik saja di sana.
I LOVE U
0 komentar:
Post a Comment